INDONESIA SUKSES MASUKKAN KELAUTAN DI COPENHAGEN

Penyelenggaraan Conference of the Parties (COP) 15 UNFCCC telah menghasilkan Copenhagen Accord (Kesepakatan Kopenhagen) yang dalam salah satu butirnya (butir 3) menekankan pentingnya aksi bersama dan kerjasama internasional dalam upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Kesepakatan Kopenhagen menegaskan pentingnya negara-negara maju memberikan dukungan pendanaan, teknologi dan peningkatan kapasitas yang memadai dan berkelanjutan bagi negara-negara berkembang yang rentan terhadap perubahan iklim seperti Indonesia yang mempunyai beragam ekosistem pesisir laut dengan tingkat kerentanan tinggi. Disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat tiba di Jakarta (25/12) setelah menghadiri COP 15 UNFCCC di Kopenhagen, Denmark yang dilaksanakan pada 13-19 Desember 2009.

Secara lebih khusus, dalam dokumen aksi adaptasi yang diperluas (Enhanced action on Adaptation), secara khusus dimensi kelautan disebutkan secara eksplisit setidaknya dalam dua paragraf penting. Paragraf 4 dokumen tersebut merefleksikan pentingnya konsep perencanaan dan pengelolaan terpadu laut dan wilayah pesisir dalam upaya adaptasi perubahan iklim. Selanjutnya, paragraf 8 menekankan perlunya menyusun mekanisme internasional untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang berlangsung perlahan namun fatal atau disebut slow onset events, seperti kenaikan paras air laut dan pengasaman laut.
Upaya Indonesia dalam merefleksikan dimensi kelautan dalam COP 15 UNFCCC merupakan tindaklanjut amanat Manado Ocean Declaration (MOD). Terefleksinya dimensi kelautan tersebut merupakan kerja keras dan kepemimpinan Indonesia dalam proses negosiasi perubahan iklim, yang mendapat apresiasi dari berbagai kalangan terkemuka dunia dan para pakar serta penggiat lembaga swadaya masyarakat dalam acara Hari Kelautan (Oceans Day). Acara tersebut dibuka oleh Raja Monako, Pangeran Albert II.

Fadel menegaskan peran penting laut, sekaligus menekankan pentingnya menjaga kesimbangan ekosistem pesisir dan laut serta dinamika perubahannya. Upaya ini memerlukan dukungan dan basis ilmiah untuk mengungkapkan peran penting laut dan pesisir dalam menekan dampak perubahan iklim. Kajian dan observasi sistematis merupakan kunci utama untuk menjawab kekurangan data dan basis ilimiah. Juga disampaikan hasil pertemuan Tingkat Menteri dari enam negara Coral Triangle Initiative (CTI) di Solomon Islands 9 November yang tertuang dalam CTI Joint Ministerial Comunique on Climate Change. Komunike tersebut menekankan dampak perubahan iklim terhadap keberadaan terumbu karang di enam negara CTI.

Disela-sela penyelenggaraan COP 15 UNFCCC juga telah dilakukan penandatanganan kerjasama penelitian dalam bidang kelautan dan perikanan antara pemerintah Norwegia dan Indonesia diatas kapal riset Norwegia di pelabuhan Copenhagen. Pihak Norwegia memberikan bantuan hibah sebesar NOK 5,2 juta untuk peningkatan kapasitas riset dan penelitian di bidang kelautan dan perikanan serta kaitannya dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Demi kemajuan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI kami memohon saran dan kritik anda melalui layanan ini atau di no 085825296056 untuk via sms.