Alasan Kerjasama 1000 Kapal Super Purse Seine Cina Dibatalkan


KKPNews, Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membatalkan kerjasama mendatangkan 1000 kapal asing super purse seine dari Tiongkok (Cina) ke perairan Indonesia karena dinilai tak sejalan dengan visi pembangunan kelautan dan perikanan dalam menjadikan Laut Masa Depan Bangsa.
Perkara gagalnya kerjasama 1000 kapal super purse seine ini mengemuka setelah Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi PDI-Perjuangan, Ono Surono mengungkapkan kekesalannya pada saat Rapat Kerja KKP dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (13/4).
Ono menyebut kebijakan Menteri Susi menggagalkan keejasama tersebut hanya akan mengganggu hubungan kerja sama bilateral dengan Tiongkok. Padahal Pemerintah Indonesia telah menyepakati nota kesepahaman dengan Pemerintah Tiongkok untuk bidang perikanan tangkap.
Ono juga menuturkan, dengan dikeluarkannya aturan moratorium perizinan kapal eks asing dan pelarangan alih muatan tengah laut, maka rencana peningkatan investasi Tiongkok pada sektor perikanan tangkap praktis terjegal.
Kebijakan yang dimaksud Ono adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) Nomor 56 Tahun 2014 dan Permen KP Nomor 57 Tahun 2014 yang secara otomatis telah menggagalkan mega proyek tersebut.
Menanggapi hal itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiatuti menyatakan batalnya kerjasama tersebut patut disyukuri. Ia yakin bahwa jika kapal purse seine sejumlah seribu itu masuk ke perairan Indonesia, maka itu menghabiskan seluruh sumber daya yang ada.
“Kapal super purse seine itu ukurannya di atas 1000 GT, perjanjian itu ditandatangani dua minggu sebelum saya masuk ke kementerian”, ungkapnya.
Ia pun menyatakan bahwa perjanjian tersebut dibatalkan karena hal itu sangat strategis. “Dan saya sudah bicara, kita menujusustainabilitySuper purse seine itu tidak ramah lingkungan, sangat besar, dan seharusnya tidak boleh diizinkan, kapal-kapal kita bisa kalah bersaing,” jelas Susi.
Menteri Susi juga menegaskan, saat ini hubungan bilateral antar kedua negara masih baik, jadi tidak perlu disesali. Menurutnya investasi asing tidak hanya bidang perikanan saja, banyak sektor lainnya. Ia mengungkapkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), justru menunjukkan investasi bidang perikanan tahun 2015 naik 13 kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada Februari 2016 mengalami peningkatan menjadi 107. Adapun pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan triwulan keempat 2015 mencapai 8,96 persen.
Terkait hal ini, sebelumnya Menteri Susi telah memperkirakan kemungkinan adanya aktor yang menunggangi kepentingan mega proyek ini. Ia paham betul bahwa banyak orang yang berkepentingan mengatasnamakan nelayan menentang kebijakannya, padahal kenyataannya mereka memihak asing. Ia pun menyadari bahwa banyak pihak menyesalkan langkah-langkah kebijakannya untuk kedaulatan maritim.
Keputusan menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah Tiongkok oleh beberapa kalangan dinilai arogan, karena tidak memikirkan dampaknya terhadap nelayan kecil. Bagaimana jika hal itu direalisasikan? Tidak hanya mengancam kelestarian sumber daya ikan, tapi menghilangkan mata pencaharian ribuan nelayan tradisional.
Selama ini kapal-kapal asing dengan bebas melanggar kedaulatan, mencuri ikan di perairan Indonesia, dengan bebas melakukan transshipment dan membawa langsung hasil tangkapan ke luar negeri. Sehingga sangat merugikan negara, karena tidak dilaporkan dan melalui prosedur ekspor yang seharusnya. Atas dasar itulah Permen 56 dan 57 diterbitkan KKP untuk me-reformasi tata kelola kelautan dan perikanan nasional yang selama ini carut marut.
Permen 56 mengatur tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinanan Usaha Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, dimana kapal eks asing dihentikan izin penangkapannnya untuk selanjutnya dilakukan analisis dan evaluasi oleh KKP.
Begitu pun dengan Permen 57, segala bentuk alih muatan kapal perikanan di tengah laut tidak lagi diperbolehkan, sehingga tidak ada celah bagi kapal asing untuk melakukan transshipment di WPP Indonesia. Dengan terbitnya kedua peraturan tersebut maka pengadaan kapal perikanan asing super purse seine asal Tiongkok yang direncanakan itu praktis tidak dapat direalisasikan.
Selain untuk alasan keberlanjutan dan menegakkan kedaulatan, paket kebijakan yang dikeluarkan Menteri Susi adalah semata-mata untuk kepentingan nasional, yakni memberi kesempatan kepada nelayan nasional untuk dapat mengelola laut secara mandiri dan berdaulat.
Keseriusan pemerintah Indonesia juga ditunjukkan dengan dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal yang dikenal dengan Satgas 115, melibatkan seluruh aparat penegak hukum yang diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015.


(DS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Demi kemajuan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI kami memohon saran dan kritik anda melalui layanan ini atau di no 085825296056 untuk via sms.