CARA PENANGGULANGAN IUU FISHING
Sebelum membahas cara penanggulangan IUU Fishing terlebih dahulu harus mengetahui kendala yang dihadapi dalam penanganan IUU Fishing adalah :
1. Lemahnya pengawasan
Ø masih terbatasnya sarana prasarana dan fasilitas pengawasan;
Ø SDM pengawasan yang masih belum memadai terutama dari sisi kuantitas;
Ø belum lengkapnya peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
Ø masih lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum baik pusat maupun daerah;
Ø belum berkembangnya lembaga pengawasan;
Ø Penerapan sistem MCS yang belum sempurna
2. Belum tertibnya perijinan -
Ø Pemalsuan Ijin, penggandaan ijin
3. Lemahnya Law Enforcement
Ø Wibawa hukum menurun
Ø Ketidak adilan bagi masyarakat
Ø Maraknya pelanggaran & illegal
Penanggulangan IUU Fishing
1. Sistem Pengelolaan
Ø Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dengan cara Pelestarian: Perlindungan, Pengawetan dan Rehabilitasi, Pengalokasian dan penataan pemanfaatan, Penyusunan Peraturan, Perijinan dan pemanfaatan Sumberdaya ikan.
2. Kebijakan dengan Visi Pengelolaan SDKP tertib dan bertanggung jawab
Ø Meningkatkan kualitas pengawasan secara sistematis dan terintegrasi agar pengelolaan SDKP berlangsung secara tertib dengan cara operasi pengawasan dan penegakan hukum.
Ø Meningkatkan apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan SDKP dengan cara pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat seperti pembentukan kelompok apengawas masyarakat (Pokmaswas).
3. Strategi
Ø Optimalisasi Implementasi MCS (Monitoring, Controlling, Surveillancea) dalam pengawasan dengan cara Peningkatan Sarana dan Prasarana pengewasan dan Mengintegrasikan komponen MCS (VMS, Kapal Partroli, Pesawat Patroli Udara, Alat Komunikasi, Radar Satelit/Pantai, Siswasmas, Pengawas Perikanan (PPNS) dan Sistem Informasi Pengawasan dan Pengendalian SDKP) dalam satu system yang sinergis.
Ø Pembentukan Kelembagaan Pengawasan di Tingkat Daerah.
Dasar Pembentukan Kelembagaan ini yaitu : Belum adanya lembaga pengawasan yang mandiri, Lambannya penanganan operasi dan penanganan perkara, Rentang kendali dan koordinasi yang panjang, Ketergantungan pada pihak lain, Tidak adanya kepastian kendali dan pasca operasi. Rancangan kebutuhan kelembagaan pengawasan yaitu Pangkalan Pengawasan 7 Unit, Stasiun Pengawas 31 Unit dan Satker Pengawas 130 Unit. Sampai saat ini baru Pangkalan 2 unit, Stasiun 3 unit dan Satker unit masih jauh dari harapan.
Ø Meningkatkan Intesitas Operasional Pengawasaan Baik Dengan Kapal Pengawas Ditjen P2SDKP secara mandiri maupun kerjasama dengan TNI AL dan Polri. Dengan Langkah ke depan :
• Meningkatkan frekuensi kerjasama operasi dengan TNI AL dan POLAIR
• Memprogramkan pengadaan Kapal Pengawas dalam jumlah yang mencukupi baik melalui APBN Murni maupun Pinjaman / Hibah Luar Negeri (PHLN).
Ø Operasional Penertiban Ketaatan Kapal Dipelabuhan.
Dalam operasi tersebut dilakukan pemeriksaan :
1. Ketaatan berlabuh di pelabuhan pangkalan sesuai dengan ijin yang diberikan,
2. Ketataan Nakhoda kapal perikanan dalam melaporkan hasil tangkapan melalui pengisian Log Book Perikanan,
3. Ketaatan pengurusan ijin untuk kapal yang belum berijin dan masa berlaku ijinnya telah habis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kapal di pelabuhan pangkalan yang tertib diterbitkan Surat Laik Operasi (SLO) Kapal Perikanan dari Pengawas Perikanan untuk mendapatkan Surat Izin Berlayar (SIB) dari Syahbandar dan bagi yang tidak tertib tidak akan dikeluarkan.
Ø Pengembangan Dan Optimalisasi Implementasi Vessel Monitoring System (VMS).
1. Mewajibkan Pemasangan Transmitter VMS Bagi Kapal berukuran 60 GT ketas.
2. Penerapan Transmitter VMS Off Line Bagi Kapal Berukuran 30 – 60 GT.
3. Penerapan Sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku bagi pemilik kapal yang tidak patuh.
Ø Pengembangan Sistem Radar Pantai Yang Terintegrasi Dengan VMS.
1. Pengembangan sistem radar yang diintegrasikan dengan VMS (telah dikembangkan bersama BRKP).
2. Stasiun-stasiun radar tersebut akan ditempatkan pada titik-titik pintu masuknya kapal-kapal perikanan asing ke Indonesia (Selat Malaka, Laut Natuna dsb).
Apabila konsep ini terwujud Informasi pengawasan dapat diterima lebih banyak. Hal itu akan mengurangi fungsi patroli kapal pengawas, sehingga pengadaan kapal pengawas bisa dikurangi.
Ø Koordinasi Dalam Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana.
1. Peningkatan Peran Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan
2. Mempercepat proses penegakan hukum (penyidikan, penuntutan dan persidangan) antar lain melalui Pengadilan Khusus Perikanan
3. Mengantisipasi terjadinya tuntutan (Pra-peradilan, Class Action dan Tuntutan Perdata)
4. Mengamankan dan merawat barang bukti (misal: kapal, alat tangkap) agar nilai ekonominya dapat dipertahankan
5. Penanganan ABK Non Yustitia dari kapal-kapal perikanan asing illegal yang tertangkap
Ø Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan Sumberdaya Ikan melalui SISWASMAS
1. Pembinaan berupa peningkatan teknis pengawasan dan pemberian stimulant kepada kelompok-kelompok tersebut berupa perlengkapan pengawas (radio komunikasi, senter, mesin tik dll).
2. Sampai dengan tahun 2006 telah terbentuk 759 Pokmaswas yang tersebar di 30 Propinsi di Indonesia.
3. Evaluasi Pokmaswas tingkat Nasional untuk mendapatkan penghargaan dari Presiden RI.
Ø Pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan.
Dasar Pembentukan :
1. Perkara perikanan belum mendapat perhatian serius dibanding perkara lain
2. Mewujudkan suatu tatanan sistem peradilan penanganan perikanan yang efektif
3. Menstimulasi kinerja pengadilan negeri dalam menangani tindak pidana perikanan
4. Mengubah paradigma di kalangan aparat penegak hukum dalam menangani perkara-perkara perikanan
Sampai saat ini telah dibentuk di lima tempat yaitu Jakarta Utara, Pontianak, Medan, Tual dan Bitung.
--------------------
Untuk membalas pesan ini, ikuti tautan di bawah ini:
http://www.facebook.com/n/?inbox%2Freadmessage.php&t=1335777758599&mid=1cb5125G4e232fbeGbaf57cG0
___
Cari orang dalam buku alamat Yahoo Anda di Facebook! Buka: http://www.facebook.com/find-friends/?ref=email
ANGGARAN PENGAWASAN KELAUTAN DIPANGKAS
Kunradus Aliandu
JAKARTA – Dipangkasnya anggaran pengawasan kelautan pada 2010 berpotensi meningkatkan illegal fishing (pencurian ikan) hingga 40% dari tahun lalu.
“Pemangkasan anggaran berdampak mengurangi semua kegiatan pengawasan kelautan, termasuk jumlah hari patroli kapal pengawas,” kata Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) Aji Sularso kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (20/1).
Pengurangan anggaran pengawasan itu terkait dengan upaya Kementerian KP untuk menata kembali alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010. Pemangkasan anggaran ini akan berdampak negatif, karena jumlah hari pelayaran kapal pengawas yang sebelumnya 180 hari berkurang menjadi 100 hari.
“Pengawasan yang kurang itu berpotensi menyuburkan illegal fishing. Padahal, berdasarkan catatan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), potensi kerugian Indonesia akibat pencurian ikan mencapai Rp 30 triliun per tahun,” paparnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Herman Khaeron meminta agar Kementerian KP tidak terburu-buru merealokasi anggarannya dengan memangkas dana untuk pengawasan. Kementerian KP sebaiknya mencari jalan keluar dengan membahasnya bersama DPR.
“Realokasi anggaran itu sebaiknya dibicarakan lebih dulu dengan DPR. Untuk menutup kekurangan anggaran, mudah-mudahan Kementerian KP bisa memperoleh tambahan dana melalui APBN Perubahan (APBNP) 2010,” kata dia.
Menurut dia, APBNP akan diselesaikan pada April 2010 atau dipercepat dari jadwal semula September-Oktober mendatang. Oleh karena itu, kajian masalah tersebut harus segera dilakukan agar dana untuk pengawasan kelautan bisa dicukupi.
“Bila DPR menyetujui usulan penambahan anggaran Rp 485,41 miliar untuk Ditjen Pengawasan Kementerian KP lewat APBNP, target kerja pengawasan kelautan bisa tercapai. Kapal pengawas dapat kembali beroperasi selama 180 hari tahun 2010,” tuturnya.
Hibah Kapal
Aji optimistis, jika anggaran tidak dipangkas, target kerja Ditjen Pengawasan Kementerian KP tahun 2010 bisa dicapai. Target itu antara lain menangkap kapal pelaku illegal fishing (berbendera asing ataupun Indonesia) minimum 150 unit, melelang sedikitnya 50 kapal ikan asing untuk negara, serta menghibahkan sekitar 30 kapal ilegal kepada nelayan.
Pada 2009, Kementerian KP berhasil menangkap 203 kapal asing di perairan Indonesia, yang 35 di antaranya sudah ditenggelamkan. “Ada 14 kapal milik pengusaha Tiongkok yang ditangkap, yang berukuran 300 gross ton (GT). Nilainya sekitar Rp 500-600 miliar,” ucapnya.
Selain itu, Kementerian KP menangkap banyak kapal berukuran lebih kecil milik pengusaha Vietnam dan Thailand.
Batasi Kapal Eks Asing
Menurut anggota Komisi IV DPR RI Siswono Yudo Husodo, pencurian ikan di perairan Indonesia masih terjadi sampai saat ini. Ia pun meminta Kementerian KP agar lebih berhati-hati dalam memberikan izin tangkap, terutama kepada kapal dari Tiongkok.
“Ada banyak kapal diberi izin meski aktivitasnya patut dicurigai, karena kapal itu biasa melakukan illegal fishing. Kami secara khusus meminta Kementerian KP agar mengecek lagi kapal yang sudah diberi izin, terutama yang dibeli dari Tiongkok,” tandasnya.
Ia mendapat informasi, ekspor hasil kelautan dan perikanan RI ke Tiongkok mencapai 30 juta ton setahun. Sedangkan impor dari Negeri Tirai Bambu itu sebanyak 1 juta ton.
“Jangan-jangan, produk kelautan dan perikanan yang diimpor dari Tiongkok itu merupakan hasil tangkapan dari wilayah RI. Saya mencurigai membanjirnya produk perikanan Tiongkok ke Indonesia terkait dengan praktik illegal fishing di sini,” paparnya.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian KP Dedy H Sutisna mengatakan, sejak 2007, pihaknya sudah tidak lagi memberikan izin kapal ikan asing untuk beroperasi di Indonesia dengan menggunakan bendera negaranya. Namun, pengusaha yang membeli kapal asing dan mengoperasikan dengan bendera Indonesia diberi izin penangkapan ikan.
“Tapi, mulai 2010, kami berencana menyetop impor semua kapal asing. Langkah ini bertujuan membantu pengontrolan praktik illegal fishing. Selama ini, banyak masalah timbul terkait dengan kapal impor, karena masih melakukan illegal fishing meski telah berbendera Indonesia,” tandasnya.
Sumber : koran Investor Daily, Kamis 21 Januari 2010
JAKARTA – Dipangkasnya anggaran pengawasan kelautan pada 2010 berpotensi meningkatkan illegal fishing (pencurian ikan) hingga 40% dari tahun lalu.
“Pemangkasan anggaran berdampak mengurangi semua kegiatan pengawasan kelautan, termasuk jumlah hari patroli kapal pengawas,” kata Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) Aji Sularso kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (20/1).
Pengurangan anggaran pengawasan itu terkait dengan upaya Kementerian KP untuk menata kembali alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010. Pemangkasan anggaran ini akan berdampak negatif, karena jumlah hari pelayaran kapal pengawas yang sebelumnya 180 hari berkurang menjadi 100 hari.
“Pengawasan yang kurang itu berpotensi menyuburkan illegal fishing. Padahal, berdasarkan catatan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), potensi kerugian Indonesia akibat pencurian ikan mencapai Rp 30 triliun per tahun,” paparnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Herman Khaeron meminta agar Kementerian KP tidak terburu-buru merealokasi anggarannya dengan memangkas dana untuk pengawasan. Kementerian KP sebaiknya mencari jalan keluar dengan membahasnya bersama DPR.
“Realokasi anggaran itu sebaiknya dibicarakan lebih dulu dengan DPR. Untuk menutup kekurangan anggaran, mudah-mudahan Kementerian KP bisa memperoleh tambahan dana melalui APBN Perubahan (APBNP) 2010,” kata dia.
Menurut dia, APBNP akan diselesaikan pada April 2010 atau dipercepat dari jadwal semula September-Oktober mendatang. Oleh karena itu, kajian masalah tersebut harus segera dilakukan agar dana untuk pengawasan kelautan bisa dicukupi.
“Bila DPR menyetujui usulan penambahan anggaran Rp 485,41 miliar untuk Ditjen Pengawasan Kementerian KP lewat APBNP, target kerja pengawasan kelautan bisa tercapai. Kapal pengawas dapat kembali beroperasi selama 180 hari tahun 2010,” tuturnya.
Hibah Kapal
Aji optimistis, jika anggaran tidak dipangkas, target kerja Ditjen Pengawasan Kementerian KP tahun 2010 bisa dicapai. Target itu antara lain menangkap kapal pelaku illegal fishing (berbendera asing ataupun Indonesia) minimum 150 unit, melelang sedikitnya 50 kapal ikan asing untuk negara, serta menghibahkan sekitar 30 kapal ilegal kepada nelayan.
Pada 2009, Kementerian KP berhasil menangkap 203 kapal asing di perairan Indonesia, yang 35 di antaranya sudah ditenggelamkan. “Ada 14 kapal milik pengusaha Tiongkok yang ditangkap, yang berukuran 300 gross ton (GT). Nilainya sekitar Rp 500-600 miliar,” ucapnya.
Selain itu, Kementerian KP menangkap banyak kapal berukuran lebih kecil milik pengusaha Vietnam dan Thailand.
Batasi Kapal Eks Asing
Menurut anggota Komisi IV DPR RI Siswono Yudo Husodo, pencurian ikan di perairan Indonesia masih terjadi sampai saat ini. Ia pun meminta Kementerian KP agar lebih berhati-hati dalam memberikan izin tangkap, terutama kepada kapal dari Tiongkok.
“Ada banyak kapal diberi izin meski aktivitasnya patut dicurigai, karena kapal itu biasa melakukan illegal fishing. Kami secara khusus meminta Kementerian KP agar mengecek lagi kapal yang sudah diberi izin, terutama yang dibeli dari Tiongkok,” tandasnya.
Ia mendapat informasi, ekspor hasil kelautan dan perikanan RI ke Tiongkok mencapai 30 juta ton setahun. Sedangkan impor dari Negeri Tirai Bambu itu sebanyak 1 juta ton.
“Jangan-jangan, produk kelautan dan perikanan yang diimpor dari Tiongkok itu merupakan hasil tangkapan dari wilayah RI. Saya mencurigai membanjirnya produk perikanan Tiongkok ke Indonesia terkait dengan praktik illegal fishing di sini,” paparnya.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian KP Dedy H Sutisna mengatakan, sejak 2007, pihaknya sudah tidak lagi memberikan izin kapal ikan asing untuk beroperasi di Indonesia dengan menggunakan bendera negaranya. Namun, pengusaha yang membeli kapal asing dan mengoperasikan dengan bendera Indonesia diberi izin penangkapan ikan.
“Tapi, mulai 2010, kami berencana menyetop impor semua kapal asing. Langkah ini bertujuan membantu pengontrolan praktik illegal fishing. Selama ini, banyak masalah timbul terkait dengan kapal impor, karena masih melakukan illegal fishing meski telah berbendera Indonesia,” tandasnya.
Sumber : koran Investor Daily, Kamis 21 Januari 2010
Pesan
Personifikasi dari pilihan hidup adalah perjuangan, jika kita adalah pejuang lakukan dgn cara tdk biasa dan merupakan pilihan untuk berjuang sesuatu perubahan ke arah yang lebih baik, jika anda adalah pengikut lakukan dgn sistem yg ada ikuti maka lakukanlah, jika anda adalah inisiator lakukan dgn kebebasan berfikir dan jangan mempersempit fikiran anda sendiri. Kedaulatan perjuangan adalah basis dan basis adalah interaksi sosial yg berafiliasi pada modal sosial kita sendiri. Berjuanglah dgn tiada henti, berjuanglah dgn lintas fikiran positif krn akan mengantarkan kita semua pada kemenangan yg ada pada diri kita sendiri, org lain dan untuk kita semua, amin. untuk Ferdinan For 2011. terima kasih atas dukungan ...
KKP Tangkap Lima Kapal Malaysia
Petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menangkap lima kapal berbendera Malaysia. Sabtu (16/1). Kapal itu terbukti menangkap ikan di perairan Indonesia. Penangkapan pertama pada tahun 2010 ini dilakukan oleh kapal patroli Hiu Macan 01.
Hal itu dikemukan Kepala Stasiu Pengawas Perikanan Belawan Slamet hari Minggu (17/1) di Medan. Sumatera Utara.
Penangkapan dilakukan petugas dengan mencegat kapal Malaysia di batas perairan Indonesia. 23 mil Iaut utara Belawan. Saat kepergok petugas pukul 17.00. lima kapal itu berusaha melarikan diri Mereka memotong tali pengikat alat tangkap sehingga sebagian alat tangkap jatub ke laut.
Namun, petugas berhasil menangkap dan mengirng semua kapal ke Pelabuhan Perikanan Samudra BeLawan. Minggu ('17/1) pukul 01.00.
Nama lima kapal itu adalah PKFB 1269. KHF1790. KHF 558. PKFB U90. dan PKFB 2032. Berat kapal. kata Slamet, berkisar 50-90 gross ton. Di Pelabuhan Belawan. petugas menahan 18 ABK. berkebangsaan Thailand dan Myanmar serta lima nahkoda berkebangsaan Thailand.
Petugas menemukan 200 kg ikan berbagai jenis per kapal. Menurut penuturan ABK dan nakhoda. mereka baru memindahkan hasil tangkapan sebelumnya ke pengepul di tengah Iaut Kapal pengepul itu kemudian membawa hasil tangkapan ke Malaysia.
Lima nahkoda itu dinilai melanggar Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang Nomcr 45 Tahun 2009 tentang Revisi UU No 31/2004 tentahg Perikanan. Ancaman hukuman terhadap mereka maksimal enam tahun dengan denda maksimal Pp 20 miliar per nahkoda dan kapal disita untuk negara.
Penangkapan ini tidak lepas dari bantuan nelayan Belawan yang memergoki kapal Malaysia pada Rabu (13/1) pukul 12.00. Mereka lantas melapor ke Stasiun Pengawasan Perikanan BeLawan. (NDY)
Hal itu dikemukan Kepala Stasiu Pengawas Perikanan Belawan Slamet hari Minggu (17/1) di Medan. Sumatera Utara.
Penangkapan dilakukan petugas dengan mencegat kapal Malaysia di batas perairan Indonesia. 23 mil Iaut utara Belawan. Saat kepergok petugas pukul 17.00. lima kapal itu berusaha melarikan diri Mereka memotong tali pengikat alat tangkap sehingga sebagian alat tangkap jatub ke laut.
Namun, petugas berhasil menangkap dan mengirng semua kapal ke Pelabuhan Perikanan Samudra BeLawan. Minggu ('17/1) pukul 01.00.
Nama lima kapal itu adalah PKFB 1269. KHF1790. KHF 558. PKFB U90. dan PKFB 2032. Berat kapal. kata Slamet, berkisar 50-90 gross ton. Di Pelabuhan Belawan. petugas menahan 18 ABK. berkebangsaan Thailand dan Myanmar serta lima nahkoda berkebangsaan Thailand.
Petugas menemukan 200 kg ikan berbagai jenis per kapal. Menurut penuturan ABK dan nakhoda. mereka baru memindahkan hasil tangkapan sebelumnya ke pengepul di tengah Iaut Kapal pengepul itu kemudian membawa hasil tangkapan ke Malaysia.
Lima nahkoda itu dinilai melanggar Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang Nomcr 45 Tahun 2009 tentang Revisi UU No 31/2004 tentahg Perikanan. Ancaman hukuman terhadap mereka maksimal enam tahun dengan denda maksimal Pp 20 miliar per nahkoda dan kapal disita untuk negara.
Penangkapan ini tidak lepas dari bantuan nelayan Belawan yang memergoki kapal Malaysia pada Rabu (13/1) pukul 12.00. Mereka lantas melapor ke Stasiun Pengawasan Perikanan BeLawan. (NDY)
RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS PELABUHAN PERIKANAN TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Berikut disampaikan hasil Rumusan Rapat Koordinasi Teknis Pelabuhan Perikanan di Medan tahun 2009. Semoga menjadi penambah wawasan bagi insan PIPP. Selamat membaca. Bravo PIPP. Byee
RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS PELABUHAN PERIKANAN TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Rapat Kerja Teknis (RAKERNIS) Pelabuhan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap-DKP dilaksanakan pada tanggal 29 November – 3 Desember 2009 bertempat di Hotel Grand Angkasa - DI Medan-Sumatera Utara. Rapat Kerja Teknis dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan dihadiri Gubernur Sumatera Utara, Sekretaris Jenderal Dep. Kelautan dan Perikanan, Inspektur Jenderal Dep. Kelautan dan Perikanan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Eselon II lingkup Ditjen. Perikanan Tangkap, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara; Direktorat Standardisasi dan Akredisasi, Ditjen. P2HP, Prof. Etty Agus, SH, LLM (Ahli Hukum Internasional), Eselon III dan IV beserta staf lingkup Dit. Pelabuhan Perikanan, DJPT dan dihadiri oleh 80 orang yang terdiri dari 54 Kepala Dinas/perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi; dan 24 orang UPT Pusat Ditjen Perikanan Tangkap; 2 orang Kepala Pelabuhan Perikanan UPTD, 2 orang Pelabuhan Perikanan Swasta Barelang-Batam. Maksud diselenggarakan Rakernis Pelabuhan Perikanan tahun 2009 adalah untuk mengevaluasi tindak lanjut Rakernis tahun 2007, menjabarkan pelaksanaan tugas dan fungsi yang terkait dengan operasional di Pelabuhan Perikanan. Tujuan Rakernis adalah mengoptimalkan fungsi pelabuhan perikanan yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan masyarakat perikanan baik nasional maupun internasional. Tema Rapat Kerja Teknis Pelabuhan Perikanan Tahun 2009 adalah ” MENUJU PELAYANAN PRIMA DI PELABUHAN PERIKANAN PADA ERA GLOBALISASI”. Memperhatikan pengarahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sambutan Gubernur Sumatera Utara, arahan Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, serta Inspektur Jenderal DKP tentang Visi, Misi, Kebijakan dan Program DKP serta Pelayanan Prima di Pelabuhan Perikanan dan pemaparan, yaitu :
1. Prioritas Penganggaran, Pengelolaan Aset dan SDM di Pelabuhan Perikanan oleh Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap.
2. Implementasi dan Evaluasi Pelayanan Prima di Pelabuhan Perikanan pada Era Globalisasi oleh Direktur Pelabuhan Perikanan.
3. Peranan Pelabuhan Perikanan dalam Mendukung Pengelolaan Sumberdaya Ikan oleh Direktur Sumberdaya Ikan.
4. Peningkatan Investasi, Asuransi dan Permodalan Usaha Nelayan di Pelabuhan Perikanan oleh Direktur Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan.
5. Implementasi Program Pengembangan Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan di Pelabuhan Perikanan oleh Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan.
6. Optimalisasi Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan oleh Direktur Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan.
7. Pembinaan dan Pengendalian Mutu Ikan di Pelabuhan Perikanan pada Era Globalisasi oleh Direktur Standardisasi dan Akreditasi.
8. Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan oleh Kabag. Hukum, Organisasi dan Humas Ditjen Perikanan Tangkap.
9. Perspektif Hukum Internasional dalam Penerapan Port State Measure (PSM) oleh Prof. Etty R. Agoes, SH, LLM.
10. Hasil diskusi kelompok dan saran dari peserta Rakernis Pelabuhan Perikanan Tahun 2009.
Rapat Kerja Teknis Pelabuhan Perikanan Tahun 2009 menghasilkan rumusan sebagai berikut : I. EVALUASI HASIL RAKERNIS PELABUHAN PERIKANAN TAHUN 2007
1. Hasil Rakernis Pelabuhan Perikanan Tahun 2007 belum seluruhnya dilaksanakan oleh Pelabuhan Perikanan antara lain; pelaksanaan K3, validasi data.
2. Rencana Induk Pelabuhan Perikanan secara nasional dalam tahap penyelesaian dan diperkirakan akan selesai pada bulan Januari 2010.
3. Penyelesaian penetapan Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan Perikanan (WKOPP) telah dilakukan pada 9 (sembilan) lokasi Pelabuhan Perikanan dan 5 (lima) lokasi Pelabuhan perikanan dalam tahap penetapan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. Untuk Pelabuhan Perikanan UPT Pusat yang belum menyelesaikan WKOPP diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2010, sedangkan Pelabuhan Perikanan UPT Daerah agar segera menyelesaikan.
4. Pelaksanaan PIPP belum optimal sehingga masih memerlukan perhatian khusus dari Kepala Pelabuhan Perikanan.
5. Pelaksanaan K3 (Kebersihan, Keamanan dan Ketertiban) di Pelabuhan Perikanan belum optimal sehingga perlu upaya peningkatannya.
6. Departemen Kelautan dan Perikanan terus melakukan koordinasi dengan Departemen Perhubungan terkait dengan pelaksanaan Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan.
II. PERANAN PELABUHAN PERIKANAN PADA ERA GLOBALISASI
1. Pelabuhan Perikanan mempunyai peranan penting dalam mendukung pencapaian visi DKP agar ”Indonesia menjadi penghasil produk perikanan terbesar pada tahun 2015” dengan misi untuk ”meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan” sehingga Pelabuhan Perikanan harus dikelola secara profesional agar dapat menjalankan fungsinya.
2. Peran Pelabuhan Perikanan pada era globalisasi disamping sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang perikanan, juga sebagai tempat implementasi aturan perikanan internasional seperti penerapan port state measure, sertifikat hasil tangkapan ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, catch document scheme, big-eye IOTC statistical document, log-book perikanan (RFMOs).
III. PELAYANAN PRIMA PELABUHAN PERIKANAN PADA ERA GLOBALISASI
1. Pelayanan pelabuhan perikanan harus memenuhi karakteristik ”good governance” (transparan, akuntabel, partisipatif, responsif, efektif, dan efisien).
2. Untuk mewujudkan pelayanan prima di pelabuhan perikanan dalam menghadapi era globalisasi dan mendukung pencapaian target produksi perikanan yang telah ditetapkan Departemen Kelautan dan Perikanan, perlu diupayakan langkah-langkah antara lain :
1. inventarisasi aset serta laporan keuangan sampai akhir Desember 2009;
2. penanganan masalah K3 (Kebersihan, Keamanan dan Ketertiban) agar lebih ditingkatkan dan akan dievaluasi pada pertengahan tahun 2010;
3. memfasilitasi pengembangan industri perikanan terpadu;
4. peningkatan tertib administrasi dan keuangan;
5. perbaikan pengelolaan data ditangani oleh SDM yang berkompeten;
6. penyelesaian Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan Perikanan (WKOPP);
7. penguatan SDM pengelola;
8. inventarisasi dan reduksi peraturan-peraturan yang terkait dengan pelabuhan perikanan yang menghambat terwujudnya pelayanan prima;
9. inventarisasi serta upaya solusi tindak lanjut kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih dengan institusi terkait;
10. memberikan dukungan sebagai kawasan minapolitan, sehingga pelabuhan perikanan diharapkan dapat memberikan pelayanan terhadap kegiatan perikanan lainnya seperti budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.
3. Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima, Pelabuhan Perikanan harus dapat melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan berdasarkan standar indikator kinerja yang terukur. Fungsi-fungsi tersebut yaitu : melayani kegiatan operasional kapal perikanan, pengumpulan data hasil tangkapan, pembinaan mutu dan pengolahan hasil, pemasaran dan distribusi ikan, tempat penyuluhan masyarakat nelayan, pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, karantina ikan, kesyahbandaran, tempat publikasi riset, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan pengendalian lingkungan. Secara rinci standar indikator kinerja seperti pada Lampiran.
4. Permasalahan yang menghambat dalam mewujudkan pelayanan prima di Pelabuhan Perikanan antara lain : keterbatasan sarana dan fasilitas pelabuhan perikanan, belum memadainya kuantitas dan kualitas SDM Pelabuhan Perikanan, belum mantapnya kelembagaan kesyahbandaran, belum optimalnya koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, data kurang akurat serta belum lengkapnya peraturan standar operasional pelaksanaan fungsi-fungsi Pelabuhan Perikanan.
5. Kegiatan pokok yang dilakukan untuk mewujudkan pelayanan prima di Pelabuhan Perikanan selama 2010 s/d 2014 antara lain :
1. Pembangunan dan pengembangan sarana dan fasilitas;
2. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM sesuai dengan kebutuhan;
3. Penguatan kelembagaan kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan terkait dengan institusi lain;
4. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait di pelabuhan perikanan (Ditjen P2SDKP, Ditjen P2HP, Ditjen KP3K dan institusi lainnya) dalam penyediaan sarana dan fasilitas.
5. Pengembangan database pelabuhan perikanan melalui Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP).
6. Penyusunan dan/atau penyempurnaan peraturan dan standar operasional di bidang pelabuhan perikanan serta implementasinya.
6. Dalam rangka menghadapi globalisasi yang terkait dengan kegiatan penangkapan ikan, akan diberlakukan 6 (enam) ketentuan regional dan internasional yang akan diimplementasikan di pelabuhan perikanan, yaitu : (a) Port State Measure; (b) Catch Certification (Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan); (c) Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan; (d) Log-book perikanan; (e)Catch Document Scheme (CDS) ; dan (f) Big Eye IOTC Statistical Document, untuk itu diperlukan :
1. Payung hukum, berupa aturan-aturan yang terkait dengan pelaksanaan dan revisi aturan-aturan yang sudah ada;
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM terutama terkait dengan penerapan ketentuan nasional dan internasional;
3. Penyempurnaan sistem informasi di pelabuhan perikanan dilakukan melalui peningkatan Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP);
4. Penyediaan sarana dan prasarana penunjang;
5. Penilaian kinerja keberhasilan melalui indikator yang terukur.
9. Pelayanan prima di pelabuhan perikanan memerlukan dukungan peraturan yang memadai. Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan revisi; (1) terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/MEN/2006 tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan yang disesuaikan dengan UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, (2) Peraturan Menteri Pertanian Nomor. 1082/ 1999 tentang Tata Hubungan Kerja Di Pelabuhan Perikanan Dengan Instansi Terkait agar segera direvisi, khususnya meliputi :a. Fungsi pelabuhan perikanan;b. Kesyahbandaran di pelabuhan perikanan;c. Pelaksanaan pembinaan mutu, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan;d. Pengelolaan pelabuhan perikanan swasta;e. Standar pelayanan operasional pelabuhan perikanan;f. Penetapan lokasi pembangunan pelabuhan perikanan;g. Pengalihan kewenangan pengelolaan pelabuhan perikanan;h. Tata cara penetapan WKOPP.
REKOMENDASI 1. Kegiatan Rakernis Pelabuhan Perikanan perlu dilaksanakan setiap tahun untuk meningkatkan kinerja pelayanan pelabuhan perikanan. Rakernis Tahun 2010 akan dilaksanakan di Ternate-Maluku Utara, Pontianak-Kalimantan Barat, Ambon atau Gorontalo.2. Kepala Pelabuhan Perikanan sepakat melaksanakan pelayanan prima sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan dan akan dievaluasi setiap tahun. Demikian Hasil Rumusan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pelabuhan Perikanan Tahun 2009 untuk ditindaklanjuti. Medan, Desember 2009Tim Perumus :
1. Bustami Mahyuddin 1. .......................
2. Jonet Srialdoko 2. .......................
3. Whisnu Haryati 3. .......................
4. Hardono 4. .......................
5. Besweni 5. .......................
6. Ridwan Mulyana 6. .......................
7. W. Haryomo 7. .......................
8. Dwi Yuliono 8 .......................
9. D. Louhenapessy 9. .......................
Mengetahui,Direktur Pelabuhan PerikananDitjen Perikanan Tangkap Parlin Tambunan
Daftar Berita Lainnya
Pelabuhan PIPP
Sitemap | Contact | Guest Book
Hak cipta © 2005 Direktorat Pelabuhan Perikanan Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat. Telp. (021)-3520728
RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS PELABUHAN PERIKANAN TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Rapat Kerja Teknis (RAKERNIS) Pelabuhan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap-DKP dilaksanakan pada tanggal 29 November – 3 Desember 2009 bertempat di Hotel Grand Angkasa - DI Medan-Sumatera Utara. Rapat Kerja Teknis dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan dihadiri Gubernur Sumatera Utara, Sekretaris Jenderal Dep. Kelautan dan Perikanan, Inspektur Jenderal Dep. Kelautan dan Perikanan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Eselon II lingkup Ditjen. Perikanan Tangkap, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara; Direktorat Standardisasi dan Akredisasi, Ditjen. P2HP, Prof. Etty Agus, SH, LLM (Ahli Hukum Internasional), Eselon III dan IV beserta staf lingkup Dit. Pelabuhan Perikanan, DJPT dan dihadiri oleh 80 orang yang terdiri dari 54 Kepala Dinas/perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi; dan 24 orang UPT Pusat Ditjen Perikanan Tangkap; 2 orang Kepala Pelabuhan Perikanan UPTD, 2 orang Pelabuhan Perikanan Swasta Barelang-Batam. Maksud diselenggarakan Rakernis Pelabuhan Perikanan tahun 2009 adalah untuk mengevaluasi tindak lanjut Rakernis tahun 2007, menjabarkan pelaksanaan tugas dan fungsi yang terkait dengan operasional di Pelabuhan Perikanan. Tujuan Rakernis adalah mengoptimalkan fungsi pelabuhan perikanan yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan masyarakat perikanan baik nasional maupun internasional. Tema Rapat Kerja Teknis Pelabuhan Perikanan Tahun 2009 adalah ” MENUJU PELAYANAN PRIMA DI PELABUHAN PERIKANAN PADA ERA GLOBALISASI”. Memperhatikan pengarahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sambutan Gubernur Sumatera Utara, arahan Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, serta Inspektur Jenderal DKP tentang Visi, Misi, Kebijakan dan Program DKP serta Pelayanan Prima di Pelabuhan Perikanan dan pemaparan, yaitu :
1. Prioritas Penganggaran, Pengelolaan Aset dan SDM di Pelabuhan Perikanan oleh Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap.
2. Implementasi dan Evaluasi Pelayanan Prima di Pelabuhan Perikanan pada Era Globalisasi oleh Direktur Pelabuhan Perikanan.
3. Peranan Pelabuhan Perikanan dalam Mendukung Pengelolaan Sumberdaya Ikan oleh Direktur Sumberdaya Ikan.
4. Peningkatan Investasi, Asuransi dan Permodalan Usaha Nelayan di Pelabuhan Perikanan oleh Direktur Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan.
5. Implementasi Program Pengembangan Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan di Pelabuhan Perikanan oleh Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan.
6. Optimalisasi Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan oleh Direktur Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan.
7. Pembinaan dan Pengendalian Mutu Ikan di Pelabuhan Perikanan pada Era Globalisasi oleh Direktur Standardisasi dan Akreditasi.
8. Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan oleh Kabag. Hukum, Organisasi dan Humas Ditjen Perikanan Tangkap.
9. Perspektif Hukum Internasional dalam Penerapan Port State Measure (PSM) oleh Prof. Etty R. Agoes, SH, LLM.
10. Hasil diskusi kelompok dan saran dari peserta Rakernis Pelabuhan Perikanan Tahun 2009.
Rapat Kerja Teknis Pelabuhan Perikanan Tahun 2009 menghasilkan rumusan sebagai berikut : I. EVALUASI HASIL RAKERNIS PELABUHAN PERIKANAN TAHUN 2007
1. Hasil Rakernis Pelabuhan Perikanan Tahun 2007 belum seluruhnya dilaksanakan oleh Pelabuhan Perikanan antara lain; pelaksanaan K3, validasi data.
2. Rencana Induk Pelabuhan Perikanan secara nasional dalam tahap penyelesaian dan diperkirakan akan selesai pada bulan Januari 2010.
3. Penyelesaian penetapan Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan Perikanan (WKOPP) telah dilakukan pada 9 (sembilan) lokasi Pelabuhan Perikanan dan 5 (lima) lokasi Pelabuhan perikanan dalam tahap penetapan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. Untuk Pelabuhan Perikanan UPT Pusat yang belum menyelesaikan WKOPP diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2010, sedangkan Pelabuhan Perikanan UPT Daerah agar segera menyelesaikan.
4. Pelaksanaan PIPP belum optimal sehingga masih memerlukan perhatian khusus dari Kepala Pelabuhan Perikanan.
5. Pelaksanaan K3 (Kebersihan, Keamanan dan Ketertiban) di Pelabuhan Perikanan belum optimal sehingga perlu upaya peningkatannya.
6. Departemen Kelautan dan Perikanan terus melakukan koordinasi dengan Departemen Perhubungan terkait dengan pelaksanaan Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan.
II. PERANAN PELABUHAN PERIKANAN PADA ERA GLOBALISASI
1. Pelabuhan Perikanan mempunyai peranan penting dalam mendukung pencapaian visi DKP agar ”Indonesia menjadi penghasil produk perikanan terbesar pada tahun 2015” dengan misi untuk ”meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan” sehingga Pelabuhan Perikanan harus dikelola secara profesional agar dapat menjalankan fungsinya.
2. Peran Pelabuhan Perikanan pada era globalisasi disamping sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang perikanan, juga sebagai tempat implementasi aturan perikanan internasional seperti penerapan port state measure, sertifikat hasil tangkapan ikan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, catch document scheme, big-eye IOTC statistical document, log-book perikanan (RFMOs).
III. PELAYANAN PRIMA PELABUHAN PERIKANAN PADA ERA GLOBALISASI
1. Pelayanan pelabuhan perikanan harus memenuhi karakteristik ”good governance” (transparan, akuntabel, partisipatif, responsif, efektif, dan efisien).
2. Untuk mewujudkan pelayanan prima di pelabuhan perikanan dalam menghadapi era globalisasi dan mendukung pencapaian target produksi perikanan yang telah ditetapkan Departemen Kelautan dan Perikanan, perlu diupayakan langkah-langkah antara lain :
1. inventarisasi aset serta laporan keuangan sampai akhir Desember 2009;
2. penanganan masalah K3 (Kebersihan, Keamanan dan Ketertiban) agar lebih ditingkatkan dan akan dievaluasi pada pertengahan tahun 2010;
3. memfasilitasi pengembangan industri perikanan terpadu;
4. peningkatan tertib administrasi dan keuangan;
5. perbaikan pengelolaan data ditangani oleh SDM yang berkompeten;
6. penyelesaian Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan Perikanan (WKOPP);
7. penguatan SDM pengelola;
8. inventarisasi dan reduksi peraturan-peraturan yang terkait dengan pelabuhan perikanan yang menghambat terwujudnya pelayanan prima;
9. inventarisasi serta upaya solusi tindak lanjut kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih dengan institusi terkait;
10. memberikan dukungan sebagai kawasan minapolitan, sehingga pelabuhan perikanan diharapkan dapat memberikan pelayanan terhadap kegiatan perikanan lainnya seperti budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.
3. Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima, Pelabuhan Perikanan harus dapat melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan berdasarkan standar indikator kinerja yang terukur. Fungsi-fungsi tersebut yaitu : melayani kegiatan operasional kapal perikanan, pengumpulan data hasil tangkapan, pembinaan mutu dan pengolahan hasil, pemasaran dan distribusi ikan, tempat penyuluhan masyarakat nelayan, pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, karantina ikan, kesyahbandaran, tempat publikasi riset, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan pengendalian lingkungan. Secara rinci standar indikator kinerja seperti pada Lampiran.
4. Permasalahan yang menghambat dalam mewujudkan pelayanan prima di Pelabuhan Perikanan antara lain : keterbatasan sarana dan fasilitas pelabuhan perikanan, belum memadainya kuantitas dan kualitas SDM Pelabuhan Perikanan, belum mantapnya kelembagaan kesyahbandaran, belum optimalnya koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, data kurang akurat serta belum lengkapnya peraturan standar operasional pelaksanaan fungsi-fungsi Pelabuhan Perikanan.
5. Kegiatan pokok yang dilakukan untuk mewujudkan pelayanan prima di Pelabuhan Perikanan selama 2010 s/d 2014 antara lain :
1. Pembangunan dan pengembangan sarana dan fasilitas;
2. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM sesuai dengan kebutuhan;
3. Penguatan kelembagaan kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan terkait dengan institusi lain;
4. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait di pelabuhan perikanan (Ditjen P2SDKP, Ditjen P2HP, Ditjen KP3K dan institusi lainnya) dalam penyediaan sarana dan fasilitas.
5. Pengembangan database pelabuhan perikanan melalui Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP).
6. Penyusunan dan/atau penyempurnaan peraturan dan standar operasional di bidang pelabuhan perikanan serta implementasinya.
6. Dalam rangka menghadapi globalisasi yang terkait dengan kegiatan penangkapan ikan, akan diberlakukan 6 (enam) ketentuan regional dan internasional yang akan diimplementasikan di pelabuhan perikanan, yaitu : (a) Port State Measure; (b) Catch Certification (Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan); (c) Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan; (d) Log-book perikanan; (e)Catch Document Scheme (CDS) ; dan (f) Big Eye IOTC Statistical Document, untuk itu diperlukan :
1. Payung hukum, berupa aturan-aturan yang terkait dengan pelaksanaan dan revisi aturan-aturan yang sudah ada;
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM terutama terkait dengan penerapan ketentuan nasional dan internasional;
3. Penyempurnaan sistem informasi di pelabuhan perikanan dilakukan melalui peningkatan Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP);
4. Penyediaan sarana dan prasarana penunjang;
5. Penilaian kinerja keberhasilan melalui indikator yang terukur.
9. Pelayanan prima di pelabuhan perikanan memerlukan dukungan peraturan yang memadai. Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan revisi; (1) terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/MEN/2006 tahun 2006 tentang Pelabuhan Perikanan yang disesuaikan dengan UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, (2) Peraturan Menteri Pertanian Nomor. 1082/ 1999 tentang Tata Hubungan Kerja Di Pelabuhan Perikanan Dengan Instansi Terkait agar segera direvisi, khususnya meliputi :a. Fungsi pelabuhan perikanan;b. Kesyahbandaran di pelabuhan perikanan;c. Pelaksanaan pembinaan mutu, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan;d. Pengelolaan pelabuhan perikanan swasta;e. Standar pelayanan operasional pelabuhan perikanan;f. Penetapan lokasi pembangunan pelabuhan perikanan;g. Pengalihan kewenangan pengelolaan pelabuhan perikanan;h. Tata cara penetapan WKOPP.
REKOMENDASI 1. Kegiatan Rakernis Pelabuhan Perikanan perlu dilaksanakan setiap tahun untuk meningkatkan kinerja pelayanan pelabuhan perikanan. Rakernis Tahun 2010 akan dilaksanakan di Ternate-Maluku Utara, Pontianak-Kalimantan Barat, Ambon atau Gorontalo.2. Kepala Pelabuhan Perikanan sepakat melaksanakan pelayanan prima sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan dan akan dievaluasi setiap tahun. Demikian Hasil Rumusan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pelabuhan Perikanan Tahun 2009 untuk ditindaklanjuti. Medan, Desember 2009Tim Perumus :
1. Bustami Mahyuddin 1. .......................
2. Jonet Srialdoko 2. .......................
3. Whisnu Haryati 3. .......................
4. Hardono 4. .......................
5. Besweni 5. .......................
6. Ridwan Mulyana 6. .......................
7. W. Haryomo 7. .......................
8. Dwi Yuliono 8 .......................
9. D. Louhenapessy 9. .......................
Mengetahui,Direktur Pelabuhan PerikananDitjen Perikanan Tangkap Parlin Tambunan
Daftar Berita Lainnya
Pelabuhan PIPP
Sitemap | Contact | Guest Book
Hak cipta © 2005 Direktorat Pelabuhan Perikanan Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat. Telp. (021)-3520728
Retribusi Nelayan Dihapuskan
Pemerintah rnenghapuskan berbagai retribusi yaag dibebankan kepada nelayan. Penghapusan berlaku sejak Januari 2010.
"Kebijakan tersebut telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono" kata Meateri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad. setelah menyerahkan bantuan 95 unit kapal motor untuk nelayan di Pelabuhan Piaang Tanjungpinang. ibu kota Kepulauan Riau. yang dikutip Antara, Rabu (13/1).
Dia mengatakan, nelayan dibebaskan dari retribusi angkutan, lelang. dan tangkapan lkan. Pembebasaan retribusi cukup diatur oleh pemerintali daerah.
"Bupati, wali kota, dan gubernur dapat meneruskan kebijakan tersebut dengan mengeluarkan surat keputusan setelah dibahas bersama DPRD." ujamya.
Fadel mengatakan, penghapusan retribusi sejalan dengan misi pemerintah. yaitu meningkatkan kesejahteran nelayan. Hal ini karena masyarakat miskin di Indonesia masih dtdominasi oleh nelayan dan petani.
"Tapi, saat ini petani di Indonesia mulai mengalami peningkatan kesejahteraan, sementara kelompok nelayan rnasih banyak yaag miskin."katanya.
Sejumlah daerah telah rnenerapkan kebijakan penghapusan retribusi bagi para nelayan. Pelaksanaaan program itu menjadi kevvajiban pemerintah daerah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan nelayan. "Kami berharap tidak ada lagi pungutan-pungutan yaag dikenakan kepada nelayan." katanya.
Baru-baru ini. kata dia, nelayan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. menggelar aksi unjuk rasa secara besar-besaran. Salah satu aspirasi yaag disarnpaikan adalah penghapusan retribusi yang dikenakan kepada mereka.
"Saya sudah meminta kepada pemerintah setempat untuk merealisasikan keinginan masyarakat nelayan tersebut." katanya.
Selain penghapusan retribusi, pemerintah juga rnemiliki program peningkatan produksi ikan dengaan membangun infrastruktur pelabuhan khusus nelayan. tempat pelelangan ikan dan modal pinjaman untuk nelayan.
"Dalam waktu dekat kami juga akan melaksanakan program pembibitan ikan yaag niemiliki nilai jual." ujarnya.
Jaminan kesehatan
Terkait dengan masalah kesejahteraan, para nelayan dan kelompok petaai di Madura. Jawa Timur. hingga saat ini belum mendapatkan perlindungan kerja dan jaminan kesehatan.
Kasi Keuangan dan Umum PT Asuransi Kesehatan (Askes) cabang Madura. Dewi Kurnia. Rabu menjelaskan. yang masuk data Askes dan mendapat jaminan kesehatan hingga kini hanya pegawai negeri sipil (PNS) dan keluarga miskin yang masuk dalam data jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas,).
"Dulu. memang ada rencana dari pemerintah bahwa kelompok nelayan dan, kelompok pekerja di Iuar PNS dan Jamkesmas ini juga akan mendapatkan asuransi. Namun, sampai saat ini belum terlaksana.' kata Dewi Kurnia.
Jika memang ada jaminan asuransi untuk para nelayan dan petani. seharusnya pihak PI Askes akan menerima data tersebut. mengingat PT Askes selarna ini memang menjadi mitra kerja pemkab di pulau garam tersebut.
Berdasarkan data kepesertaan asuransi kesehatan di PT Askes cabang Madura tersebut. hingga Desember 2009 warga Madura yang mendapatkan jaminan asuransi kesehatan dari pemerintah baru mencapai 1.867.808 orang.
Jumlah tersebut, kata Dewi. meliputi pegawai negeri sipil sebanyak 160.420 orang dan 1.707.388 sisanya merupakan peserta jaminan asuraasi dari kalaagan .keluarga miskin (Askeskin) yang kini berubah menjadi jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
Menurut dia. idealnya warga yang tidak masuk pada dua kelompok tersebut. yakni kelompok keluarga rniskin dan PNS juga mendapatkan jaminan asuransi.
Hal itu karena pekerjaan mereka juga penuh dengan tantangan. sehingga jika terjadi "klaim" para nelayaan dan petani ini akan dengan mudah mendapatkan pelayanan kesehatan. Beddewo
Sumber : Koran Republika,14 Januari 2010 Hal.6
"Kebijakan tersebut telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono" kata Meateri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad. setelah menyerahkan bantuan 95 unit kapal motor untuk nelayan di Pelabuhan Piaang Tanjungpinang. ibu kota Kepulauan Riau. yang dikutip Antara, Rabu (13/1).
Dia mengatakan, nelayan dibebaskan dari retribusi angkutan, lelang. dan tangkapan lkan. Pembebasaan retribusi cukup diatur oleh pemerintali daerah.
"Bupati, wali kota, dan gubernur dapat meneruskan kebijakan tersebut dengan mengeluarkan surat keputusan setelah dibahas bersama DPRD." ujamya.
Fadel mengatakan, penghapusan retribusi sejalan dengan misi pemerintah. yaitu meningkatkan kesejahteran nelayan. Hal ini karena masyarakat miskin di Indonesia masih dtdominasi oleh nelayan dan petani.
"Tapi, saat ini petani di Indonesia mulai mengalami peningkatan kesejahteraan, sementara kelompok nelayan rnasih banyak yaag miskin."katanya.
Sejumlah daerah telah rnenerapkan kebijakan penghapusan retribusi bagi para nelayan. Pelaksanaaan program itu menjadi kevvajiban pemerintah daerah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan nelayan. "Kami berharap tidak ada lagi pungutan-pungutan yaag dikenakan kepada nelayan." katanya.
Baru-baru ini. kata dia, nelayan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. menggelar aksi unjuk rasa secara besar-besaran. Salah satu aspirasi yaag disarnpaikan adalah penghapusan retribusi yang dikenakan kepada mereka.
"Saya sudah meminta kepada pemerintah setempat untuk merealisasikan keinginan masyarakat nelayan tersebut." katanya.
Selain penghapusan retribusi, pemerintah juga rnemiliki program peningkatan produksi ikan dengaan membangun infrastruktur pelabuhan khusus nelayan. tempat pelelangan ikan dan modal pinjaman untuk nelayan.
"Dalam waktu dekat kami juga akan melaksanakan program pembibitan ikan yaag niemiliki nilai jual." ujarnya.
Jaminan kesehatan
Terkait dengan masalah kesejahteraan, para nelayan dan kelompok petaai di Madura. Jawa Timur. hingga saat ini belum mendapatkan perlindungan kerja dan jaminan kesehatan.
Kasi Keuangan dan Umum PT Asuransi Kesehatan (Askes) cabang Madura. Dewi Kurnia. Rabu menjelaskan. yang masuk data Askes dan mendapat jaminan kesehatan hingga kini hanya pegawai negeri sipil (PNS) dan keluarga miskin yang masuk dalam data jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas,).
"Dulu. memang ada rencana dari pemerintah bahwa kelompok nelayan dan, kelompok pekerja di Iuar PNS dan Jamkesmas ini juga akan mendapatkan asuransi. Namun, sampai saat ini belum terlaksana.' kata Dewi Kurnia.
Jika memang ada jaminan asuransi untuk para nelayan dan petani. seharusnya pihak PI Askes akan menerima data tersebut. mengingat PT Askes selarna ini memang menjadi mitra kerja pemkab di pulau garam tersebut.
Berdasarkan data kepesertaan asuransi kesehatan di PT Askes cabang Madura tersebut. hingga Desember 2009 warga Madura yang mendapatkan jaminan asuransi kesehatan dari pemerintah baru mencapai 1.867.808 orang.
Jumlah tersebut, kata Dewi. meliputi pegawai negeri sipil sebanyak 160.420 orang dan 1.707.388 sisanya merupakan peserta jaminan asuraasi dari kalaagan .keluarga miskin (Askeskin) yang kini berubah menjadi jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).
Menurut dia. idealnya warga yang tidak masuk pada dua kelompok tersebut. yakni kelompok keluarga rniskin dan PNS juga mendapatkan jaminan asuransi.
Hal itu karena pekerjaan mereka juga penuh dengan tantangan. sehingga jika terjadi "klaim" para nelayaan dan petani ini akan dengan mudah mendapatkan pelayanan kesehatan. Beddewo
Sumber : Koran Republika,14 Januari 2010 Hal.6
Kementerian Kelautan dan Perikanan Minta Tambahan Anggaran
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) mengusulkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 56.8 triliun dalam lima tahun ke depan. Nilai ini merupakan kenaikan 3.5 kali dari anggaran selama periode 2004-2009.
"Anggaran Kementerian KP tahun 2009 Rp 3.1 triliun terlampau kecil. Dibandingkan tabun 2009. sedikit lebih tinggi Rp 3.4 triliun dengan tingkat penyerapan 94%." kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad usai acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2010. di Jakarta. Rabu (6/1).
Untuk mengoptimalkan penggunaan APBN. kata Fadel. Kementerian KP akan fokus pada kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak langsung terhadap upaya peningkatan produksi perikanan.
Kementerian KP,kata Fadel juga akan mendampingi kegiatan-kegiatan pengolaan sumber daya kelautan dan perikanan serta memantau pelaksanaan kegiatan di lapangan sehingga dapat mencapai sasaran yang ditetapkan.
Fadel mengatakan banyak aspek dari sektor kelautan dan perikanan selama ini tidak tersentuh APBN,di antaranya pulau-pulau terpencil dan infrastruktur pesisir. Selain itu, biaya aperasional kegiatan di laut dan pesisir serta biaya modalnya jauh lebih mahal dari kegiatan sama di darat.
Fadel rnengakui, kurangnya alokasi khusus untuk kementeriannya bisa menyebabkan laporan keuangan Kementerian KP tahun 2009 disclaimer. "Kami bertekad untuk memperbaiki anggaran dan pengalokasian keuangan Kementerian KP menjadi lebih efektif serta mengambil langkah yang baik dan benar. "ujar dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk mendorong peningkatan produksi sektor kelautan dan perikanan Kementeria KP akan mengedepankan budidaya ketimbang perikanan tangkap. Hal sama juga terjadi dengan anggaran, di mana Kementerian KP akan fokus dengan budidaya. Tahun ini saja alokasi untuk anggaran bidang lain coba kami kurangi dan ditambahkan ke budidaya. Mudah-mudahan produksi budidaya tahun ini bisa melampaui penangkapan." ungkap FadeL
Untuk memajukan budidaya perikanan pihaknya akan membentuk paket-paket usaha dengan menggunakan dana bantuan sosial (bansos) dan kredit usaha rakyat (KUR). "Kementerian KP akan bekerja sama dengan UKM untuk membentuk paket-paket usaha. Misalnya, paket lele Rp 5 juta, Rp 10 juta, dan Rp 15 juta. Paket ini diperuntukkan bagi pelaku baru terutama para sarjana, " ujar Fadel.
Dirjen Budidaya Kementerian KP Made L Nurdjana menambahkan paket-paket usaha dengan sasaran wirausaha baru akan mendapatkan dana bansos, sedangkan wirausaha lama akan menggunakan KUR.
"Untuk wirausaha baru akan kami bantu denean paket-paket dari bansos. Tapi bagi yang sudah memiliki usaha budidaya, disarankan memakai dana KUR dengan bantuan Kementerian KP. Bagi wirausaha lama dinilai mampu meminjam ke bank karena mereka telah niemliki usaha sebagai agunan." jelas dia.(rad)
"Anggaran Kementerian KP tahun 2009 Rp 3.1 triliun terlampau kecil. Dibandingkan tabun 2009. sedikit lebih tinggi Rp 3.4 triliun dengan tingkat penyerapan 94%." kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad usai acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2010. di Jakarta. Rabu (6/1).
Untuk mengoptimalkan penggunaan APBN. kata Fadel. Kementerian KP akan fokus pada kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak langsung terhadap upaya peningkatan produksi perikanan.
Kementerian KP,kata Fadel juga akan mendampingi kegiatan-kegiatan pengolaan sumber daya kelautan dan perikanan serta memantau pelaksanaan kegiatan di lapangan sehingga dapat mencapai sasaran yang ditetapkan.
Fadel mengatakan banyak aspek dari sektor kelautan dan perikanan selama ini tidak tersentuh APBN,di antaranya pulau-pulau terpencil dan infrastruktur pesisir. Selain itu, biaya aperasional kegiatan di laut dan pesisir serta biaya modalnya jauh lebih mahal dari kegiatan sama di darat.
Fadel rnengakui, kurangnya alokasi khusus untuk kementeriannya bisa menyebabkan laporan keuangan Kementerian KP tahun 2009 disclaimer. "Kami bertekad untuk memperbaiki anggaran dan pengalokasian keuangan Kementerian KP menjadi lebih efektif serta mengambil langkah yang baik dan benar. "ujar dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk mendorong peningkatan produksi sektor kelautan dan perikanan Kementeria KP akan mengedepankan budidaya ketimbang perikanan tangkap. Hal sama juga terjadi dengan anggaran, di mana Kementerian KP akan fokus dengan budidaya. Tahun ini saja alokasi untuk anggaran bidang lain coba kami kurangi dan ditambahkan ke budidaya. Mudah-mudahan produksi budidaya tahun ini bisa melampaui penangkapan." ungkap FadeL
Untuk memajukan budidaya perikanan pihaknya akan membentuk paket-paket usaha dengan menggunakan dana bantuan sosial (bansos) dan kredit usaha rakyat (KUR). "Kementerian KP akan bekerja sama dengan UKM untuk membentuk paket-paket usaha. Misalnya, paket lele Rp 5 juta, Rp 10 juta, dan Rp 15 juta. Paket ini diperuntukkan bagi pelaku baru terutama para sarjana, " ujar Fadel.
Dirjen Budidaya Kementerian KP Made L Nurdjana menambahkan paket-paket usaha dengan sasaran wirausaha baru akan mendapatkan dana bansos, sedangkan wirausaha lama akan menggunakan KUR.
"Untuk wirausaha baru akan kami bantu denean paket-paket dari bansos. Tapi bagi yang sudah memiliki usaha budidaya, disarankan memakai dana KUR dengan bantuan Kementerian KP. Bagi wirausaha lama dinilai mampu meminjam ke bank karena mereka telah niemliki usaha sebagai agunan." jelas dia.(rad)
Pemerintah Bangun 20 Pelabuhan Besar
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan segera melakukan pembangunan 20 pelabuhan perikanan berkapasitas besar di sejumlah wilayah Indonesia. Pembangunan ini rencananya akan didanai Pemerintah Jepang. "Jepang siap membantu pendanaan pembangunan pelabuhan perikanan Indonesia. Ini terungkap setelah kita melakukan pertemuan dengan Duta Besar Jepang hari ini (kemarin--Red), " kata Radel kepada wartawan, di Jakarta. Selasa (13/ 1).
Dia menjelaskan, pembangunan pelabuhan skala besar ini untuk menampung lebih banyak kapal dengan kapasitas besar pula. Jadi pernyataan perwakilan Kedutaan Besar Jepang dinilai cukup membawa angin segar, khususnya untuk menambah lagi fasilitas bagi nelayan, sekaligus untuk memacu peningkatan pendapatan daerah dan sektor perikanan tangkap. Ketika ditanya bentuk bantuan yang diberikan Pemerintah Jepang, dana yang diberikan dalarn bentuk hibah dan pinjaman lunak. Dalarn hal ini. kepercayaan Jepang kepada Pemerintah Indonesia dalam rangka rnembangun sektor kelautan sangat tinggi Namun, belum diketahui secara persis besaran dana yang akan diberikan Jepang.(Bayu)
Dia menjelaskan, pembangunan pelabuhan skala besar ini untuk menampung lebih banyak kapal dengan kapasitas besar pula. Jadi pernyataan perwakilan Kedutaan Besar Jepang dinilai cukup membawa angin segar, khususnya untuk menambah lagi fasilitas bagi nelayan, sekaligus untuk memacu peningkatan pendapatan daerah dan sektor perikanan tangkap. Ketika ditanya bentuk bantuan yang diberikan Pemerintah Jepang, dana yang diberikan dalarn bentuk hibah dan pinjaman lunak. Dalarn hal ini. kepercayaan Jepang kepada Pemerintah Indonesia dalam rangka rnembangun sektor kelautan sangat tinggi Namun, belum diketahui secara persis besaran dana yang akan diberikan Jepang.(Bayu)
APAKAH ILEGAL FISHING
Tatkala menyadari betapa plasma nutfah ikan kita sangat penting dan keberdaannya carut-marut, orang mulai bicara soal ilegal fishing. Hentikan ilegal fishing ! Tapi ketika ditanya balik tentang "legal fishing" orang pada bingung gak bisa jawab ! Maklum saja pengertian... fishing demikian luas....tak terbatas di laut tapi juga di fresh water. Ada yang bisa bantu kami mengenai Apa itu LEGAL FISHING ? apa pula ILEGAL FISHING. Jutaan orang menunggu jawaban atas kedua pertanyaan ini. Salam hormat yoyo budiman http://www.facebook.com/groups.php?ref=sb#/group.php?v=info&gid=198217426573
Pertanyaan ini oleh Pak Yoyo Budiman
Jawabannya :
Mengenal IUU Fishing
Pengertian Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing secara harfiah dapat diartikan sebagai Kegiatan perikanan yang tidak sah, Kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau Aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.
IUU Fishing dapat terjadi disemua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan serta intensitas exploitasi. Dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona juridiksi nasional maupun internasional seperti high seas.
Illegal Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
1. Yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Yang bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional;
3. Yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah :
a) penangkapan ikan tanpa izin;
b) penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu;
c) Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang;
d) Penangkapan Ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan Izin.
Penyebab Illegal Fishing
1. Meningkat dan tingginya permintaan ikan (DN/LN)
2. Berkurang/Habisnya SDI di negara lain
3. Lemahnya armada perikanan nasional
4. Izin/dokumen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi
5. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut
6. Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan
7. Belum ada visi yang sama aparat penegak hukum
8. Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana
Unreported Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
1. Yang tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi yang berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional;
2. Yang dilakukan di area yang menjadi kompetensi organisasi pengelolaan perikanan regional, namun tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut.
Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di Indonesia:
a) penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan;
b) penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transhipment di tengah laut)
Penyebab Unreported Fishing
1. Lemahnya peraturan perundangan
2. Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan/ angkutan ikan
3. Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan data hasil tangkapan/angkutan ikan
4. Hasil Tangkapan dan Fishing Ground dianggap rahasia dan tidak untuk diketahui pihak lain (saingan)
5. Lemahnya Ketentuan Sanksi dan Pidana
6. Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan ikan yang sebagian besar tidak termonitor dan terkontrol
7. Unit penangkapan di bawah < 6 GT tidak diwajibkan memiliki IUP dan SIPI (unregulated), sehingga tidak diwajibkan melaporkan data produksinya.
8. Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penangkapan memiliki pelabuhan / tangkahan tersendiri.
9. Laporan produksi yang diberikan oleh pengurus perusahaan kepada dinas terkait cenderung lebih rendah dari sebenarnya. Menurut petugas retribusi laporan produksi umumnya tidak pernah mencapai 20% dari produksi yang sebenarnya.
Unregulated Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
1. pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dan kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung-jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan sumberdaya ikan sesuai hukum internasional;
2. pada area yang menjadi kewenangan organisasi pengelolaan perikanan regional, yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi tersebut.
Kegiatan Unregulated Fishing di perairan Indonesi, antara lain masih belum diaturnya:
a) mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan penangkapan ikan yang ada;
b) wilayah perairan-perairan yang diperbolehkan dan dilarang;
c) pengaturan aktifitas sport fishing; kegiatan-kegiatan penangkapan ikan menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang.
Penyebab Unregulated Fishing
1. Potensi SDI di perairan Indonesia masih dianggap memadai dan belum membahayakan
2. Sibuk mengatur yang ada karena banyak masalah
3. Orientasi jangka pendek
4. Beragamnya kondisi daerah perairan dan SDI
5. Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi perikanan internasional
Kerugian Akibat IUU FISHING
• Subsidi BBM dinikmati oleh kapal-kapal yang tidak berhak;
• Pengurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
• Peluang kerja nelayan Indonesia (lokal) berkurang, karena kapal-kapal illegal adalah kapal-kapal asing yang menggunakan ABK asing;
• Hasil tangkapan umumnya dibawa langsung ke luar negeri (negara asal kapal), sehingga mengakibatkan: (a) hilangnya sebagian devisa negara dan (b) berkurangnya peluang nilai tambah dari industri pengolahan;
• Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan karena hasil tangkapan tidak terdeteksi, baik jenis, ukuran maupun jumlahnya;
• Merusak citra Indonesia pada kancah International karena IUU fishing yang dilakukan oleh kapal asing berbendera Indonesia maupun kapal milik warga negara Indonesia. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo terhadap hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.
Sebagian Kerugian Ekonomi karena IUU Fishing
1. Pungutan Perikanan yang dibayarkan dengan tariff kapal Indonesia.
2. Subsidi BBM yang dinikmati oleh kapal asing yang tidak berhak.
3. Produksi ikan yang dicuri (Volume dan Nilai)
Pertanyaan ini oleh Pak Yoyo Budiman
Jawabannya :
Mengenal IUU Fishing
Pengertian Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing secara harfiah dapat diartikan sebagai Kegiatan perikanan yang tidak sah, Kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau Aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.
IUU Fishing dapat terjadi disemua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung pada lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan serta intensitas exploitasi. Dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di zona juridiksi nasional maupun internasional seperti high seas.
Illegal Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
1. Yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Yang bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban internasional;
3. Yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah :
a) penangkapan ikan tanpa izin;
b) penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu;
c) Penangkapan Ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang;
d) Penangkapan Ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan Izin.
Penyebab Illegal Fishing
1. Meningkat dan tingginya permintaan ikan (DN/LN)
2. Berkurang/Habisnya SDI di negara lain
3. Lemahnya armada perikanan nasional
4. Izin/dokumen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi
5. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut
6. Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan
7. Belum ada visi yang sama aparat penegak hukum
8. Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana
Unreported Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
1. Yang tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar kepada instansi yang berwenang, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional;
2. Yang dilakukan di area yang menjadi kompetensi organisasi pengelolaan perikanan regional, namun tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut.
Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di Indonesia:
a) penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan;
b) penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transhipment di tengah laut)
Penyebab Unreported Fishing
1. Lemahnya peraturan perundangan
2. Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan/ angkutan ikan
3. Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan data hasil tangkapan/angkutan ikan
4. Hasil Tangkapan dan Fishing Ground dianggap rahasia dan tidak untuk diketahui pihak lain (saingan)
5. Lemahnya Ketentuan Sanksi dan Pidana
6. Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan ikan yang sebagian besar tidak termonitor dan terkontrol
7. Unit penangkapan di bawah < 6 GT tidak diwajibkan memiliki IUP dan SIPI (unregulated), sehingga tidak diwajibkan melaporkan data produksinya.
8. Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penangkapan memiliki pelabuhan / tangkahan tersendiri.
9. Laporan produksi yang diberikan oleh pengurus perusahaan kepada dinas terkait cenderung lebih rendah dari sebenarnya. Menurut petugas retribusi laporan produksi umumnya tidak pernah mencapai 20% dari produksi yang sebenarnya.
Unregulated Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :
1. pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dan kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung-jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan sumberdaya ikan sesuai hukum internasional;
2. pada area yang menjadi kewenangan organisasi pengelolaan perikanan regional, yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi tersebut.
Kegiatan Unregulated Fishing di perairan Indonesi, antara lain masih belum diaturnya:
a) mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan penangkapan ikan yang ada;
b) wilayah perairan-perairan yang diperbolehkan dan dilarang;
c) pengaturan aktifitas sport fishing; kegiatan-kegiatan penangkapan ikan menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang.
Penyebab Unregulated Fishing
1. Potensi SDI di perairan Indonesia masih dianggap memadai dan belum membahayakan
2. Sibuk mengatur yang ada karena banyak masalah
3. Orientasi jangka pendek
4. Beragamnya kondisi daerah perairan dan SDI
5. Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi perikanan internasional
Kerugian Akibat IUU FISHING
• Subsidi BBM dinikmati oleh kapal-kapal yang tidak berhak;
• Pengurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
• Peluang kerja nelayan Indonesia (lokal) berkurang, karena kapal-kapal illegal adalah kapal-kapal asing yang menggunakan ABK asing;
• Hasil tangkapan umumnya dibawa langsung ke luar negeri (negara asal kapal), sehingga mengakibatkan: (a) hilangnya sebagian devisa negara dan (b) berkurangnya peluang nilai tambah dari industri pengolahan;
• Ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan karena hasil tangkapan tidak terdeteksi, baik jenis, ukuran maupun jumlahnya;
• Merusak citra Indonesia pada kancah International karena IUU fishing yang dilakukan oleh kapal asing berbendera Indonesia maupun kapal milik warga negara Indonesia. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo terhadap hasil perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.
Sebagian Kerugian Ekonomi karena IUU Fishing
1. Pungutan Perikanan yang dibayarkan dengan tariff kapal Indonesia.
2. Subsidi BBM yang dinikmati oleh kapal asing yang tidak berhak.
3. Produksi ikan yang dicuri (Volume dan Nilai)
Kelautan Bukan Perikanan
Bukan sekedar masalah semantik. Urusan kelautan memang bukan hanya masalah ikan dan ekosistemnya. Meskipun perikanan adalah salah satu sumber ekonomi yang sudah terbukti ampuh dan berkontribusi besar bagi Indonesia, tidak berarti pembangunan kelautan harus identik dengan perikanan saja. Visi ini cukup disadari sebenarnya. Makanya ada kata ‘dan’ yang benderang pada institusi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia.
Sayangnya, praktek pembangunan kelautan Indonesia selama ini masih jauh dari optimal dan mengerdilkan pembangunan kelautan dalam perspektif yang lebih luas. Dari lima direktoral jenderal (ditjen) teknis yang berada di DKP, empat diantaranya didominasi oleh urusan ikan misalnya Ditjen Perikanan Budidaya (PB), Ditjen Perikanan Tangkap (PT), Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) serta Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Bahkan kegiatan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) yang setingkat Ditjen di DKP, juga masih didominasi oleh persoalan perikanan. Sementara hanya ada satu ditjen yang berperan sebagai ditjen ‘dan lain-lain’, yaitu Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) yang mencoba mengurusi semua hal mulai Iklim, bencana, kemiskinan, pulau-pulau perbatasan, tata ruang, konservasi dan berbagai isu besar lainnya.
Format kelembagaan seperti ini berimplikasi signifikan pada fokus rekrutmen staf, kebijakan, riset, prioritas maupun program-program yang dikembangkan oleh DKP. Akibatnya, pembangunan kelautan berjalan amat lambat dan justru bingung ketika harus merespon isu non-perikanan yang semakin mengancam. Dan tidak heran pula, banyak sekali bengkalai di bidang-bidang yang tidak terkait langsung dengan perikanan ini.
Demikian pula dengan perguruan tinggi yang mengembangkan kelautan maupun perikanan. Kurikulum yang diadopsi untuk mengembangkan ‘kelautan’ sejak akhir tahun 80-an masih dominan berbau ikan. Akibatnya, skill luaran perguruan tinggi perikanan maupun kelautan selama dua dekade ini hampir tidak berbeda nyata.
Patron pikir ‘hanya perikanan’ ini sebenarnya banyak ditentukan oleh dominasi pakar dan praktisi pertanian dan perikanan yang aktif dalam membangun fondasi dan memformulasi kata pembangunan kelautan Indonesia. Ini tentu saja harus diapresiasi. Sementara kontribusi praktisi dan pakar berlatar belakang teknik tidak signifikan. Seiring dengan perkembangan isu kelautan yang ada, mereka baru muncul dan berkiprah dalam beberapa tahun terakhir. Itupun tanpa dibarengi konsep dan arah yang jelas. Sehingga perannya masih sekedar pelengkap, dan belum mampu membangun portofolio yang jelas.
Tantangan kompleks
Indonesia menghadapi tantangan pembangunan kelautan yang amat serius dan kompleks. Tahun 2030, sekitar 2000 pulau-pulau kecil Indonesia diperkirakan akan tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Belum ada resep jitu yang dikembangkan mengantisipasi ini, baik terkait manusia, ekosistem maupun dampak lainnya. Hingga saat ini Indonesia juga belum berhasil merampungkan kesepakatan garis perbatasan wilayah Indonesia dengan 10 negara tetangga. Padahal, batas negara ini amat erat kaitannya dengan kedaulatan negara. Disamping itu, kawasan pesisir dan kepulauan masih menjadi kantong-kantong kemiskinan di negara ini. Pemenuhan fasilitas, layanan masyarakat maupun infrastruktur jauh dari memadai, sehingga SDM di wilayah ini menjadi tertinggal.
Indonesia juga berada di wilayah ‘Pacific Ring of Fire’, yaitu pertemuan tiga lempeng besar aktif yang membuat Indonesia rawan terhadap gempa dan bencana. Pola antisipasi maupun penanganan bencana pesisir belum menemukan format yang tepat. Di sisi lain, indikasi penangkapan ikan berlebih (overfishing) makin nyata di berbagai lokasi utama penangkapan ikan di Indonesia. Ironisnya, ribuan kapal asing illegal setiap tahun masih berkeliaran dan mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. Praktek pemboman, pembiusan dan trawl ikan (destructive fishing practices) masih terus marak dan menggerus sumberdaya perikanan Indonesia yang makin menipis.
Untuk itu, dikotomi kelautan dan perikanan tidak relevan lagi. Harmonisasi disiplin berbasis pertanian dan teknik justru perlu segera dikonsolidasikan.
Terobosan Kelautan
Tidak mungkin menolak takdir sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Potensi kelautan yang ada perlu dimanfaatkan secara optimal. Tantangan yang begitu besar harus mampu diantisipasi. Untuk itu, pembangunan kelautan tidak bisa dipasung hanya di bidang perikanan saja. Disini, DKP memegang peranan kunci yang mampu mengilhami praktisi kelautan dan perikanan lain untuk mengikuti trend dan evolusi yang dikembangkan. Pola antisipasi ‘ala-kadarnya’ yang dilakukan untuk merespon bidang selain perikanan harus segera diubah drastis, dengan setidaknya tiga terobosan penting.
Pertama, menyeimbangkan porsi perhatian dan program pembangunan kelautan maupun perikanan melalui strukturisasi kelembagaan DKP. Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) yang selama ini dimandatkan menjadi ditjen ‘super’ namun dengan sumberdaya terbatas perlu dikapitalisasi. Tugas dan fungsi yang begitu besar perlu menjadi sebuah kluster yang minimal terdiri atas dua ditjen, sehingga lebih fokus dan realistis. Sementara ditjen-ditjen yang mengurusi bidang perikanan dapat dirasionalisasi dan diintegrasikan secara efektif.
Kedua, melakukan reposisi peran DKP dalam mengantisipasi berbagai isu terkait kelautan dan menetapkan prioritas yang realistis. Tingkat keterlibatan DKP di setiap isu berbeda, namun harus tetap dilakukan secara optimal. Ini berarti DKP perlu membuka diri dan mampu bersinergi dan berkonsolidasi dengan departemen dan institusi terkait lainnya. Benturan-benturan wilayah kerja dan otoritas kementerian dengan institusi lain perlu segera dikonsolidasi. Kesan departemen ‘junior’ yang menyebabkan DKP sering ‘kalah’ dalam negosiasi, perlu ditepis. Upaya reposisi peran DKP ini membutuhkan kompetensi dan kemampuan fasilitasi serta mengarusutamakan (mainstreaming) isu kelautan, sehingga menjadi domain bersama. Bukan isu yang terisolasi atau ekslusif.
Ketiga, memformulasi cetak biru dan orientasi pembangunan kelautan yang lebih proporsional dan strategis mengantisipasi isu perikanan dan kelautan. Adanya kejelasan arah ini mengurangi kebingungan yang terjadi di DKP dan meningkatkan efektifitas program yang dikembangkan. Selama ini, kekaburan orientasi membuat DKP ‘terjebak’ pada pragmatisme. Program-program yang dikembangkan seringkali seremonial, tumpang tindih, tidak berkelanjutan, dan tidak punya basis yang kuat. Ketiadaan orientasi yang benderang membuat DKP sering terlambat bereaksi untuk isu yang seharusnya menjadi domainnya, dan juga seringkali berbenturan dengan yang lainnya.
Tentu saja, dibutuhkan keberanian melakukan terobosan untuk melanjutkan evolusi pembangunan kelautan dan perikanan untuk menjadi negara maritim yang kuat. Paradigma pembangunan Indonesia yang berbasis daratan selama puluhan tahun, membuat pembangunan kelautan sulit dilakukan secara drastis. Perspektif dan praktek yang mengidentikkan pembangunan kelautan hanya sekedar perikanan plus selama puluhan tahun, juga membuat DKP seperti mengenakan topi yang kebesaran.
Sayangnya, praktek pembangunan kelautan Indonesia selama ini masih jauh dari optimal dan mengerdilkan pembangunan kelautan dalam perspektif yang lebih luas. Dari lima direktoral jenderal (ditjen) teknis yang berada di DKP, empat diantaranya didominasi oleh urusan ikan misalnya Ditjen Perikanan Budidaya (PB), Ditjen Perikanan Tangkap (PT), Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) serta Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Bahkan kegiatan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) yang setingkat Ditjen di DKP, juga masih didominasi oleh persoalan perikanan. Sementara hanya ada satu ditjen yang berperan sebagai ditjen ‘dan lain-lain’, yaitu Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) yang mencoba mengurusi semua hal mulai Iklim, bencana, kemiskinan, pulau-pulau perbatasan, tata ruang, konservasi dan berbagai isu besar lainnya.
Format kelembagaan seperti ini berimplikasi signifikan pada fokus rekrutmen staf, kebijakan, riset, prioritas maupun program-program yang dikembangkan oleh DKP. Akibatnya, pembangunan kelautan berjalan amat lambat dan justru bingung ketika harus merespon isu non-perikanan yang semakin mengancam. Dan tidak heran pula, banyak sekali bengkalai di bidang-bidang yang tidak terkait langsung dengan perikanan ini.
Demikian pula dengan perguruan tinggi yang mengembangkan kelautan maupun perikanan. Kurikulum yang diadopsi untuk mengembangkan ‘kelautan’ sejak akhir tahun 80-an masih dominan berbau ikan. Akibatnya, skill luaran perguruan tinggi perikanan maupun kelautan selama dua dekade ini hampir tidak berbeda nyata.
Patron pikir ‘hanya perikanan’ ini sebenarnya banyak ditentukan oleh dominasi pakar dan praktisi pertanian dan perikanan yang aktif dalam membangun fondasi dan memformulasi kata pembangunan kelautan Indonesia. Ini tentu saja harus diapresiasi. Sementara kontribusi praktisi dan pakar berlatar belakang teknik tidak signifikan. Seiring dengan perkembangan isu kelautan yang ada, mereka baru muncul dan berkiprah dalam beberapa tahun terakhir. Itupun tanpa dibarengi konsep dan arah yang jelas. Sehingga perannya masih sekedar pelengkap, dan belum mampu membangun portofolio yang jelas.
Tantangan kompleks
Indonesia menghadapi tantangan pembangunan kelautan yang amat serius dan kompleks. Tahun 2030, sekitar 2000 pulau-pulau kecil Indonesia diperkirakan akan tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Belum ada resep jitu yang dikembangkan mengantisipasi ini, baik terkait manusia, ekosistem maupun dampak lainnya. Hingga saat ini Indonesia juga belum berhasil merampungkan kesepakatan garis perbatasan wilayah Indonesia dengan 10 negara tetangga. Padahal, batas negara ini amat erat kaitannya dengan kedaulatan negara. Disamping itu, kawasan pesisir dan kepulauan masih menjadi kantong-kantong kemiskinan di negara ini. Pemenuhan fasilitas, layanan masyarakat maupun infrastruktur jauh dari memadai, sehingga SDM di wilayah ini menjadi tertinggal.
Indonesia juga berada di wilayah ‘Pacific Ring of Fire’, yaitu pertemuan tiga lempeng besar aktif yang membuat Indonesia rawan terhadap gempa dan bencana. Pola antisipasi maupun penanganan bencana pesisir belum menemukan format yang tepat. Di sisi lain, indikasi penangkapan ikan berlebih (overfishing) makin nyata di berbagai lokasi utama penangkapan ikan di Indonesia. Ironisnya, ribuan kapal asing illegal setiap tahun masih berkeliaran dan mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. Praktek pemboman, pembiusan dan trawl ikan (destructive fishing practices) masih terus marak dan menggerus sumberdaya perikanan Indonesia yang makin menipis.
Untuk itu, dikotomi kelautan dan perikanan tidak relevan lagi. Harmonisasi disiplin berbasis pertanian dan teknik justru perlu segera dikonsolidasikan.
Terobosan Kelautan
Tidak mungkin menolak takdir sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Potensi kelautan yang ada perlu dimanfaatkan secara optimal. Tantangan yang begitu besar harus mampu diantisipasi. Untuk itu, pembangunan kelautan tidak bisa dipasung hanya di bidang perikanan saja. Disini, DKP memegang peranan kunci yang mampu mengilhami praktisi kelautan dan perikanan lain untuk mengikuti trend dan evolusi yang dikembangkan. Pola antisipasi ‘ala-kadarnya’ yang dilakukan untuk merespon bidang selain perikanan harus segera diubah drastis, dengan setidaknya tiga terobosan penting.
Pertama, menyeimbangkan porsi perhatian dan program pembangunan kelautan maupun perikanan melalui strukturisasi kelembagaan DKP. Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) yang selama ini dimandatkan menjadi ditjen ‘super’ namun dengan sumberdaya terbatas perlu dikapitalisasi. Tugas dan fungsi yang begitu besar perlu menjadi sebuah kluster yang minimal terdiri atas dua ditjen, sehingga lebih fokus dan realistis. Sementara ditjen-ditjen yang mengurusi bidang perikanan dapat dirasionalisasi dan diintegrasikan secara efektif.
Kedua, melakukan reposisi peran DKP dalam mengantisipasi berbagai isu terkait kelautan dan menetapkan prioritas yang realistis. Tingkat keterlibatan DKP di setiap isu berbeda, namun harus tetap dilakukan secara optimal. Ini berarti DKP perlu membuka diri dan mampu bersinergi dan berkonsolidasi dengan departemen dan institusi terkait lainnya. Benturan-benturan wilayah kerja dan otoritas kementerian dengan institusi lain perlu segera dikonsolidasi. Kesan departemen ‘junior’ yang menyebabkan DKP sering ‘kalah’ dalam negosiasi, perlu ditepis. Upaya reposisi peran DKP ini membutuhkan kompetensi dan kemampuan fasilitasi serta mengarusutamakan (mainstreaming) isu kelautan, sehingga menjadi domain bersama. Bukan isu yang terisolasi atau ekslusif.
Ketiga, memformulasi cetak biru dan orientasi pembangunan kelautan yang lebih proporsional dan strategis mengantisipasi isu perikanan dan kelautan. Adanya kejelasan arah ini mengurangi kebingungan yang terjadi di DKP dan meningkatkan efektifitas program yang dikembangkan. Selama ini, kekaburan orientasi membuat DKP ‘terjebak’ pada pragmatisme. Program-program yang dikembangkan seringkali seremonial, tumpang tindih, tidak berkelanjutan, dan tidak punya basis yang kuat. Ketiadaan orientasi yang benderang membuat DKP sering terlambat bereaksi untuk isu yang seharusnya menjadi domainnya, dan juga seringkali berbenturan dengan yang lainnya.
Tentu saja, dibutuhkan keberanian melakukan terobosan untuk melanjutkan evolusi pembangunan kelautan dan perikanan untuk menjadi negara maritim yang kuat. Paradigma pembangunan Indonesia yang berbasis daratan selama puluhan tahun, membuat pembangunan kelautan sulit dilakukan secara drastis. Perspektif dan praktek yang mengidentikkan pembangunan kelautan hanya sekedar perikanan plus selama puluhan tahun, juga membuat DKP seperti mengenakan topi yang kebesaran.
Satker PSDKP Kendari Menangkap Nahkoda Kapal KM. Karya Subur 01
Personil Satker PSDKP Kendari yang dikomandai Kepala Satker PSDKP Kendari melakukan penangkapan terhadap DPO Syamsul Nahkoda KMN. Karya Subur 01 tersangka kasus pidana pemboman ikan diperairan Aru yang ditangkap oleh Kapal Pengawas Hiu Macan 006 yang melarikan diri di Ruang Tahanan Stasion PSDKP Tual pada tanggal 22 Desember 2009 jam 03.00 Wit.
Proses penangkapan DPO Syamsul Nahkoda KMN. Karya Subur 01 menindak lanjuti Surat Direktur Jenderal P2SDKP No: 12.23.4/P2SDKP.5/HK.355/XII/2009 tanggal 23 Desember 2009 perihal Bantuan Pencarian Orang dan Barang yang ditujukan kepada Kapolda Sulsel, Kapolda Sultra dan Kapolda Maluku sebagai berikut :
1. Tanggal 28 Desember 2009 bersama Kepala Stasion PSDK Tual menyerahkan Surat Bantuan Pencarian Orang dan Barang ke Polda Sultra.
2. Tanggal 29 Desember 2009 personil Satker PSDKP Kendari mulai bergerak untuk memantau keberadaan tersangka dengam menempatkan informan diberbagai lokasi yang dicurigai tempat persingahan tersangka.
3. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 11,30 Wita mendapatkan infomasi bahwa keberadaan tersangka Syamsul Nahkoda KMN. Karya Subur 01 ada di Kantor Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli Kota Kendari.
4. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 11,40 Wita personil Satker PSDKP Kendari dibantu oleh Personil Polsek Abeli bergerak mengepung Kantor Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli Kota Kendari.
5. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 12,30 Wita dilakukan penangkapan dengan surat perintah penangkapan SP.Tangkap/11/PPNS KDI-LAN.2/I/2010 Tanggal 4 Januari 2010.
6. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 15,30 Wita dilakukan Penahanan di Ruang Tahanan Polda Sultra dengan surat perintah Penahanan SP.Tahan/12/PPNS KDI-LAN.2/I/2010 Tanggal 4 Januari 2010.
7. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 16,30 Wita Dilakukan Penitipan Tersangka di Ruang Tahanan Polda Sultra dengan surat penitipan No. 13/KDI-LAN.2/PP.520/I/2010 Tanggal 4 Januari 2010.
8. Keberadaan tersangka lain dan barang bukti kapal sedang dalam pencarian dan sudah diketahui lokasinya.
Proses penangkapan DPO Syamsul Nahkoda KMN. Karya Subur 01 menindak lanjuti Surat Direktur Jenderal P2SDKP No: 12.23.4/P2SDKP.5/HK.355/XII/2009 tanggal 23 Desember 2009 perihal Bantuan Pencarian Orang dan Barang yang ditujukan kepada Kapolda Sulsel, Kapolda Sultra dan Kapolda Maluku sebagai berikut :
1. Tanggal 28 Desember 2009 bersama Kepala Stasion PSDK Tual menyerahkan Surat Bantuan Pencarian Orang dan Barang ke Polda Sultra.
2. Tanggal 29 Desember 2009 personil Satker PSDKP Kendari mulai bergerak untuk memantau keberadaan tersangka dengam menempatkan informan diberbagai lokasi yang dicurigai tempat persingahan tersangka.
3. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 11,30 Wita mendapatkan infomasi bahwa keberadaan tersangka Syamsul Nahkoda KMN. Karya Subur 01 ada di Kantor Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli Kota Kendari.
4. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 11,40 Wita personil Satker PSDKP Kendari dibantu oleh Personil Polsek Abeli bergerak mengepung Kantor Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli Kota Kendari.
5. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 12,30 Wita dilakukan penangkapan dengan surat perintah penangkapan SP.Tangkap/11/PPNS KDI-LAN.2/I/2010 Tanggal 4 Januari 2010.
6. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 15,30 Wita dilakukan Penahanan di Ruang Tahanan Polda Sultra dengan surat perintah Penahanan SP.Tahan/12/PPNS KDI-LAN.2/I/2010 Tanggal 4 Januari 2010.
7. Tanggal 4 Januari 2009 Jam 16,30 Wita Dilakukan Penitipan Tersangka di Ruang Tahanan Polda Sultra dengan surat penitipan No. 13/KDI-LAN.2/PP.520/I/2010 Tanggal 4 Januari 2010.
8. Keberadaan tersangka lain dan barang bukti kapal sedang dalam pencarian dan sudah diketahui lokasinya.
Langganan:
Postingan (Atom)